Satu Kalender Hijriah yang Berlaku Untuk Seluruh Dunia Hasil Kongres Internasional di Turki Sadarkah umat Islam bahwa selama bertahun-tah...
Satu Kalender Hijriah yang Berlaku Untuk Seluruh Dunia Hasil Kongres Internasional di Turki
Sadarkah umat Islam bahwa selama bertahun-tahun selalu menjadi tontonan dan bahasan umat lain khususnya tentang kalender yang tidak pernah sepakat? Terlebih saat penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Secara umum setidaknya ada tiga aliran dalam menentukannya. Pertama, menggunakan rukyah lokal. Kedua, mengikut Arab. Dan ketiga, menggunakan qiyas ke daerah terdekat. Sehingga tidak aneh jika masyarakat di sebuah negara ada yang merayakan Idul Fitri pada tiga hari berbeda.
Manakah yang benar? Yang jelas tidak mungkin ketiganya benar. Setelah kekhalifahan Turki Utsmani runtuh, praktis umat Islam tidak memiliki induk baik secara pribadi apalagi daulah atau negara. Dengan semakin tajamnya pembahasan tiap tahun, Turki menginisiasi kongres internasional untuk keseragaman kalender Hijriah. Banyak orang awam mengira kalender Hijriah sama saja dengan Masehi, padahal sejatinya tidak. Pergerakan Bulan dan Matahari tidaklah sama.
Peserta kongres penyeragaman Hijriah yang dihadiri oleh Ulama dan Ahli Falak (Astronom)
Mengenai Penentuan hari besar Islam sendiri ada yang unik, Idul Fitri menggunakan rukyah lokal dengan alasan mengikut pemerintah setempat. Sementara Idul Adha mengikut Arab Saudi karena wukuf adanya di Arafah dan 9 Dzulhijjah harus menyesuaikan Arab. Sementara untuk kalender Masehi, hampir tidak ada yang protes jika saat ini di benua Amerika masih selisih satu hari tanggalnya. Ini pun bisa terjadi pada penanggalan Kalender hijriah.
Bagaimana alotnya penentuan kalender yang disepakati? Berikut liputannya:
Setelah melalui diskusi yang lama, akhirnya para pakar dan peserta yang hadir dalam kongres penyatuan kalender hijriah (The International Hijri Calendar Union Congress, Istanbul, 28-30 Mei 2016) menyepakati kalender unifikatif sebagai kalender Islam internasional yang akan diberlakukan di seluruh dunia.
Kongres ini dihadiri pakar astronomi dan para ulama dari sekitar 60 negara.
Sehari sebelumnya dua konsep kalender, yaitu kalender unifikatif dan kalender zonal, di godok oleh para pengkaji. Sempat terjadi perdebatan sengit antara dua kubu pendukung konsep kalender tersebut pada hari kedua kongres. Hal itu seperti diungkapkan Nidhal Guessoum dalam fanspage resminya, Ahad (29/5/2016).
“Diskusi panas terjadi hari ini (hari kedua) di arena kongres penyatuan kalender Islam. Jalaluddin Khanji memaparkan kalender Islam unifikatif dan Haiman Mutawalli memaparkan kalender Islam zonal. Selain itu Muhammad Odeh juga memberikan pemaparan tentang perbedaan dua konsep kalender tersebut.” ungkap Nidhal, Ahad (29/5/2016).
Kalender Islam unifikatif ini adalah konsep kalender dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia, dengan patokan konjungsi di GMT. Adapun kalender zonal yaitu kalender yang membelah dunia menjadi dua tanggal berdasarkan zona barat dan timur.
Tidak menemukan titik temu di hari kedua kongres, panitia dan forum menyepakati untuk melakukan voting keesokkan harinya. Di hari terakhir itu, konsep kalender unifikatif terpilih sebagai kalender Islam internasional untuk diberlakukan di seluruh dunia mengalahkan konsep kalender zonal.
“Forum telah menyepakati untuk memilih kalender Islam unifikatif sebagai kalender yang diberlakukan di seluruh dunia. Kalender ini berdasarkan hisab astronomi, namun demikian tidak mengabaikan rukyat fikliah begitu saja. Kalender unifikatif yang kita sepakati ini merupakan gagasan seorang pakar bernama Jamaluddin ‘Abdurraziq.” jelas Muhammad Ghurmazi, ketua Urusan Keagamaan Kepresidenan Turki (Presidency of Religious Affairs), dalam siaran persnya seperti dikutip daralakhbar.com, Senin (30/5/2016).
Ketua Persatuan Ulama Muslim Internasional, Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam pidatonya di Kongres ini menyatakan bahwa "Masyarakat dunia sedang berupaya menyatukan kalender hijriah, di mana warga Muslim seluruh dunia berpuasa dalam hari yang sama, dan berbuka (Hari Raya) dalam hari yang sama."
Al-Qaradawi menegaskan, para ahli astronomi (ulama falak) "membantu para ulama syariat untuk menyatukan umat Islam mengenai Kalender," menekankan bahwa "Syariat bersama astronomi, dan tidak ada agama yang lebih membutuhkan ilmu pengetahuan, seperti agama Islam, kita telah kalah dari Barat dalam ilmu pengetahuan, padahal mereka dulu mengambilnya dari kita."
sumber:tarjih.or.id